MATERI 2 "IN VITRO PROPAGATION TECHNIQUE"

TEKNIK PERBANYAKAN IN VITRO

23025010022 | JEVANYA ERINNE ANGELIQUE MANURUNG | A025 

Perbanyakan in vitro adalah teknik perbanyakan tanaman yang dilakukan dalam kondisi steril menggunakan media buatan di dalam wadah kaca atau plastik. Teknik ini termasuk dalam kultur jaringan, yang memungkinkan pertumbuhan bagian tanaman seperti sel, jaringan, atau organ secara aseptik. Dalam perbanyakan klonal terdapat dua metode utama, yaitu perbanyakan vegetatif secara ex vitro dan in vitro, dimana metode in vitro mencakup organogenesis dan embriogenesis somatik. Teknik ini digunakan untuk memperbanyak tanaman dengan cepat dan mempertahankan sifat genetik yang sama dengan induknya. Dalam penerapannya, teknik ini memerlukan kondisi lingkungan yang terkendali, termasuk suhu, cahaya, dan komposisi nutrisi dalam media kultur. Keberhasilan perbanyakan in vitro sangat bergantung pada faktor-faktor seperti jenis eksplan yang digunakan, regulasi hormon pertumbuhan, serta sterilitas lingkungan. Metode ini banyak digunakan dalam produksi tanaman hortikultura, kehutanan, dan tanaman pangan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas. Oleh karena itu, perbanyakan in vitro menjadi solusi efektif dalam mendukung keberlanjutan pertanian modern dan pelestarian plasma nutfah  (Kristina et al., 2017).

Teori dasar dari kultur jaringan didasarkan pada konsep totipotensi, yaitu kemampuan setiap sel untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu baru dalam kondisi lingkungan yang sesuai. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden pada tahun 1838. Dengan adanya sifat totipotensi, sel-sel tanaman dapat diregenerasi menjadi tanaman utuh melalui teknik kultur jaringan. Teknik ini memungkinkan perbanyakan tanaman secara cepat tanpa kehilangan karakteristik genetik dari induknya. Pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam agroteknologi sangat luas, termasuk dalam perbanyakan vegetatif yang cepat dan produksi tanaman bebas virus. Teknik ini juga digunakan dalam berbagai program pemuliaan tanaman seperti kultur haploid, penyelamatan embrio, seleksi in vitro, variasi somaklonal, fusi protoplas, dan rekayasa genetika tanaman. Selain itu, kultur jaringan juga berperan dalam produksi metabolit sekunder yang berguna bagi industri farmasi dan pertanian. Dengan demikian, teknik ini tidak hanya bermanfaat untuk perbanyakan tanaman tetapi juga dalam peningkatan kualitas dan ketahanan tanaman.

Jaringan kultur memiliki berbagai keunggulan, di antaranya menghasilkan tanaman yang seragam dan identik dengan induknya serta dapat diproduksi dalam jumlah besar tanpa memerlukan lahan yang luas. Teknik ini juga memastikan kualitas dan kesehatan benih tetap terjaga, serta mempercepat pertumbuhan bibit dibandingkan metode konvensional. Selain itu, produksi benih tidak tergantung pada musim sehingga pasokan dapat terus berlanjut sepanjang tahun. Biaya transportasi benih yang dihasilkan melalui kultur jaringan pun lebih murah dan praktis, menjadikannya solusi efektif dalam industri pertanian modern. Proses kultur jaringan terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai dari persiapan hingga transplantasi tanaman hasil kultur. Tahapan awal meliputi persiapan dan inisiasi, diikuti dengan inokulasi untuk menempatkan eksplan ke dalam media kultur. Setelah itu, eksplan mengalami inkubasi dan perbanyakan (multiplikasi) untuk mempercepat pertumbuhan. Tahapan akhir melibatkan aklimatisasi sebelum tanaman hasil kultur dipindahkan ke lingkungan luar melalui proses transplantasi.

Tahapan kultur jaringan dimulai dengan pemilihan bahan tanaman atau eksplan yang kemudian melalui proses sterilisasi untuk menghilangkan kontaminan. Setelah itu, eksplan diinokulasikan ke dalam media kultur yang mendukung pertumbuhan dan diferensiasi sel. Seiring berjalannya waktu, eksplan berkembang menjadi planlet (bibit tanaman) yang terus tumbuh hingga mencapai tahap pemasakan. Pada tahap akhir, planlet yang matang dipindahkan ke lingkungan luar untuk tumbuh menjadi tanaman utuh.

Keberhasilan teknik kultur jaringan ditentukan oleh beberapa kriteria, salah satunya adalah tingkat kontaminasi yang sangat rendah atau bahkan tidak sama sekali. Selain itu, keberhasilannya juga ditandai dengan terjadinya proses morfogenesis atau embriogenesis, yang menunjukkan bahwa eksplan dapat berkembang menjadi individu baru. Tahapan aklimatisasi juga menjadi indikator penting, dimana planlet harus mampu beradaptasi dengan lingkungan luar sebelum ditanam di lapangan. Dengan memenuhi kriteria ini, kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman berkualitas tinggi dengan tingkat keberhasilan yang optimal. Keberhasilan teknik kultur tanaman in vitro dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu genotipe dan lingkungan. Faktor genotipe meliputi materi genetik eksplan yang berperan dalam pembentukan kalus, tunas, dan akar. Setiap tanaman memiliki respon yang berbeda terhadap kultur jaringan tergantung pada sifat genetiknya. Oleh karena itu, pemilihan eksplan yang sesuai menjadi kunci utama dalam keberhasilan teknik ini.

Selain faktor genetik, kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro. Beberapa aspek penting yang harus diperhatikan meliputi suhu, kelembaban, pencahayaan, komposisi media kultur, serta tingkat kesterilan lingkungan. Faktor-faktor ini harus dikontrol dengan ketat agar mendukung perkembangan sel tanaman secara optimal. Lingkungan steril sangat diperlukan untuk mencegah kontaminasi yang dapat menghambat pertumbuhan eksplan. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi lingkungan dalam kultur in vitro dan ex vitro. Kultur in vitro memerlukan suhu yang stabil sekitar 25°C, kelembaban tinggi (98-100%), serta cahaya dengan intensitas rendah dan spektrum sempit. Sementara itu, setelah dipindahkan ke lingkungan luar (ex vitro), tanaman harus beradaptasi dengan suhu yang lebih bervariasi, kelembaban yang lebih rendah, serta intensitas cahaya yang jauh lebih tinggi. Selain itu, pada tahap in vitro, tanaman sangat bergantung pada hormon eksogen, sedangkan setelah eksplantasi, tanaman mulai mengandalkan hormon endogen untuk pertumbuhannya.  

REFERENSI

Kristina, M., Pandiangana D., & Febby E. (2017). Deskripsi jenis-jenis kontaminan dari kultur kalus Catharanthus roseus L.G Don. Jurnal MIPA UNSRAT, 6(1): 47-52.

Comments

Popular posts from this blog

MATERI 3 "PLANT ORGANOGENESIS (DIRECT AND INDIRECT ORGANOGENESIS)"

MATERI 4 "SOMATIC EMBRYOGENESIS"

MATERI 1 KONSEP DASAR DAN PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI PERTANIAN