MATERI 4 "SOMATIC EMBRYOGENESIS"

EMBRIOGENESIS SOMATIS

23025010022 | JEVANYA ERINNE ANGELIQUE MANURUNG | A025 

Embriogenesis somatik merupakan proses pembentukan embrio dari sel-sel somatik atau sel tubuh yang bukan berasal dari gamet. Proses ini dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti embrio petualangan yang berkembang langsung dari organ atau embrio lain. Selain itu, ada embrio partenogenetik yang terbentuk dari sel telur yang tidak dibuahi dan embrio androgenetik yang berasal dari gamet jantan. Semua jenis ini termasuk dalam kategori embrio non-zigot, yang artinya mereka terbentuk tanpa melalui proses pembuahan. Pada sistem kultur jaringan, embriogenesis somatik digunakan untuk menggambarkan perkembangan embrio secara lengkap dari sel vegetatif. Eksplan dari berbagai sumber dapat digunakan dalam proses ini untuk menghasilkan embrio dalam kondisi laboratorium. Proses embriogenesis ini melalui beberapa tahapan, mulai dari tahap oktan, globular, jantung awal, jantung, torpedo/kotiledon, hingga menjadi embrio matang. Teknologi ini banyak dimanfaatkan dalam perbanyakan tanaman secara cepat dan efisien.

Pembentukan embrio somatik sering kali melibatkan tahap perantara berupa pembentukan kalas sebelum berkembang menjadi embrio. Proses ini memungkinkan adanya variasi di antara bibit yang dihasilkan, karena perubahan yang terjadi selama tahap penghitungan. Selain itu, metode ini juga digunakan untuk menghasilkan embrio secara massal dari sel somatik, bukan dari sel germinal. Dengan adanya teknik ini, perbanyakan tanaman unggul dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan metode konvensional seperti perbanyakan melalui biji. Embriogenesis somatik terdiri dari beberapa tahapan utama yang dimulai dari eksplan yang berasal dari embrio zigotik. Proses ini melalui tahapan awal berupa pembentukan kalus, kemudian berkembang ke tahap globular, jantung, kotiledon, hingga menjadi embrio yang matang. Setelah embrio terbentuk, dapat digunakan untuk propagasi massal, pembuatan benih sintetis, atau disimpan melalui teknik kriopreservasi. Proses ini sangat bermanfaat dalam memperbanyak tanaman dengan cara kultur jaringan yang lebih efisien dibandingkan metode konvensional.

Embriogenesis somatik dapat terjadi melalui dua mekanisme utama, yaitu embriogenesis somatik langsung dan tidak langsung. Embriogenesis somatik langsung terjadi tanpa melalui tahap pembentukan kalus, di mana embrio berkembang langsung dari sel atau jaringan tertentu seperti sel epidermis hipokotil. Sel yang berperan dalam pembentukan embrio ini disebut sebagai Pre-Embryonic Ditentukan Sel (PEDC). Metode ini lebih cepat karena menghindari tahap kalus yang biasanya memerlukan waktu lebih lama. Sebaliknya, embriogenesis somatik tidak langsung melalui tahapan yang lebih kompleks, dimulai dari eksplan yang membentuk kalus embrionik terlebih dahulu. Setelah itu, kalus berkembang menjadi embrio melalui tahap persiapan sebelum akhirnya berkecambah menjadi tanaman baru. Proses ini lebih umum digunakan dalam kultur jaringan karena dapat menghasilkan lebih banyak embrio dalam jumlah besar. Meskipun memerlukan waktu lebih lama, metode ini memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dalam menghasilkan tanaman berkualitas unggul.

Proses embriogenesis somatik terdiri dari beberapa tahap penting yang dimulai dengan induksi. Pada tahap ini, zat mengatur tumbuh jenis auksin seperti 2,4-D, NAA, dan dicamba digunakan untuk merangsang pembentukan massa proembrionik. Massa ini berisi sel-sel yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi embrio somatik. Penggunaan auksin yang tepat sangat penting untuk memastikan keberhasilan tahap awal ini. Setelah induksi, terjadi tahap perkembangan dengan menghilangkan auksin karena keberadaannya justru dapat menghambat embriogenesis lebih lanjut. Embrio somatik kemudian mengalami perkembangan yang mirip dengan embriogenesis zigotik, dimulai dari tahap globular, jantung, torpedo, kotiledon, hingga akhirnya berkecambah. Setiap tahap ini mencerminkan diferensiasi dan pembentukan struktur embrio yang semakin kompleks. Proses ini sangat penting untuk memastikan embrio berkembang dengan normal dan memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman utuh.

Tahap selanjutnya adalah pemahaman, di mana embrio harus mencapai tingkat perkembangan yang lengkap dengan adanya meristem apikal, radikula, dan kotiledon. Pada tahap ini, produksi penyimpanan protein menjadi penting untuk mendukung pertumbuhan embrio. Asam absisat (ABA) sering kali diperlukan untuk memastikan konfigurasi yang sempurna dan menghindari anomali seperti fasiasi atau perkecambahan dini. Jika rencananya berjalan dengan baik, embrio akan siap memasuki tahap terakhir, yaitu perkecambahan, yang memungkinkan embrio somatik berkembang menjadi bibit yang dapat ditanam. Tahap terakhir dalam embriogenesis somatik adalah germinasi, yang memiliki tingkat keberhasilan rendah sekitar 3-5%. Untuk meningkatkan kemungkinan peningkatan, sering kali diperlukan tambahan sukrosa (10%) dan manitol (4%). Proses pengeringan atau desikasi dilakukan untuk menurunkan kadar ABA serta menyesuaikan kadar kelembaban akhir antara 10-40%. Selain itu, pendingin juga digunakan untuk menurunkan kadar ABA, terutama pada tanaman berkayu agar lebih siap berkecambah.

Meskipun embriogenesis somatik mempunyai potensi sebagai metode perbanyakan tanaman, penggunaannya masih jarang karena beberapa kendala. Salah satu tantangan utama adalah tingginya kemungkinan penyembuhan selama proses berlangsung, yang dapat menyebabkan variasi yang tidak diinginkan. Selain itu, metode ini cukup sulit dilakukan dan sering kali kehilangan kapasitas regeneratif setelah subkultur berulang. Induksi embriogenesis juga sangat sulit bagi banyak spesies tanaman, dan dormansi yang mendalam sering kali terjadi sehingga menghambat perkecambahan.

REFERENSI

Pardede, Y., Mursyanti, E., & Sidharta, BR (2021). Pengaruh hormon terhadap induksi embrio somatik kacapiring (Gardenia jasminoides) dan Potensi aplikasinya dalam pembuatan benih sintetik.  Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati , 162-177. 

SAGALA, RPF (2020). Pengaruh Pemberian Naphtalene Acetic Acid (NAA) dan Benzyl Amino Purine (BAP) terhadap Propagasi Tanaman Pisang Ambon (Musa acuminata Cavendish Group.) secara In Vitro.

 


Comments

Popular posts from this blog

MATERI 3 "PLANT ORGANOGENESIS (DIRECT AND INDIRECT ORGANOGENESIS)"

MATERI 1 KONSEP DASAR DAN PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI PERTANIAN